Selasa, 10 Desember 2013

Psikologi Pustakawan


Pengertian Psikologi 

      Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya.

Sejarah Perkembangan Psikologi

      Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik).

   Tugas seorang pustakawan menjalankan roda perpustakaan berjalan dengan berbagai image, perpustakaan adalah jantungnya perguruan tinggi, perpustakaan gudangnya informasi, perpustakaan harus digital, perpustakaan harus e-learning dan sejumlah tuntutan lainnya yang mengharapkan perpustakaan tidak statis, harus berkembang dengan tekonologi komunikasi dan informasi layaknya seperti café-café yang mengadopsi perpustakaan sebagai nilai tambah. Syarat mendirikan sebuah lembaga pendidikan terlebih lagi bernama universitas tercantum dalam PP No.60 Tahun 1991 tentang Pendidikan Tinggi, kemudian terwujudnya Undang-Undang Perpustakaan No.43 Tahun 2007 yang memperjelas kedudukan dan fungsi sebuah perpustakaan yang didalamnya pembiayaan atau anggaran untuk sebuah perpustakaan (PT) sebesar 8% total seluruh anggaran sebuah universitas. Tanggung jawab pustakawan kemudian dukungan pemerintah telah sangat ideal untuk mewujudkan sebuah perpustakaan yang dapat dibanggakan bertaraf internasional. Paragraf diatas adalah sebuah wacana yang menyenangkan namun pada prakteknya, belum dan tidak sejalan yang diinginkan. Adalah sebuah tantangan bagi seorang pustakawan untuk mewujudkannya.

Tantangan Pustakawan 

Tantangan seorang pustakawan dalam menjalankan profesinya meliputi :

  1. Pekerjaan teknis rutinitas seperti mengolah sebuah koleksi dari inventaris, katalogisasi dan klassifikasi sampai dengan koleksi tersebut dapat dipergunakan dan disebarkan informasinya. 
  2. Pekerjaan melayani yang juga merupakan pekerjaan rutinitas seperti transaksi peminjaman, pengembalian, pendaftaran anggota, layanan informasi dan referensi. 
Selain 2 point pekerjaan rutinitas di atas seorang pustakawan adalah berkaitan dengan : 
  1. Hubungan masyarakat atau public relation, dalam hal ini terkait dengan interaksi perpustakaan dengan civitas akademik seperti jurusan, rektorat, divisi di universitas, kemudian interaksi dengan penerbit, perguruan tinggi lainnya, organisasi perpustakaan. 
  2. Pengembangan layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 
  3. Pengabdian kepada masyarakat. 
  4. Tuntutan berkontribusi dalam dunia tulis menulis. 
  5. Pekerjaan administrasi di luar bidang perpustakaan seperti surat menyurat, laporan keuangan, proposal dan lain sebagainya. 
Dari paragrap di atas ternyata profesi seorang pustakawan tidak hanya ahli dibidang teknis kepustakaan namun dituntut mengikuti alur sebuah lembaga atau perusahaan yang bernama perpustakaan.

     Lebih lanjut saya kan berbicara pada perpustakaan yang berada dibawah naungan sebuah pendidikan tinggi atau perguruan tinggi sebagai acuan perpustakaan yang lebih baik dari berbagai aspek termasuk sumber daya manusianya. Sebuahperpustakaan perguruan tinggi di Indonesia minimal dikelola oleh pustakawan tingkat Penata Muda atau Sarjana Perpustakaan sebagai manajer perpustakaan. Kenapa? Agar apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab profesi pustakawan dapat dijalankan menuju perpustakaan yang ideal atau memenuhi kebutuhan penggunanya. Di tingkat perguruan tinggi alhamdulillah sudah mulai banyak kesadaran pimpinan perguruan tinggi pentingnya perpustakaan dikelola oleh seorang pustakawan, termasuk ditempat saya bekerja, meskipun jumlah yang dibutuhkan belum memenuhi formasi. Formasi sarjana pustakawan ideal menurut standar WCU Library Asia 40%, Magister 30%, Doctor 10% dari staff perpustakaan, Untuk menuju tahap ideal memang memerlukan proses, dan ini akan membantu beban kerja seorang pustakawan. Biasanya pustakawan di perpustakaan perguruan tinggi ada satu orang dengan basic ilmu perpustakaan selebihnya diluar Ilmu Perpustakaan bahkan masih ada dengan latar pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMU). Keanekaragaman latar belakang pendidikan tersebut idealnya dapat membantu tugas-tugas seorang pustakawan tentu dengan mengikutkan pada kegiatan pelatihan, seminar, workshop tentang perpustakaan. Namun pada pelaksanaannya berdasarkan pengalaman dilapangan, akan berbeda dedikasi seorang pustakawan dengan diluar pustakawan, terkecuali ada beberapa yang memang memiliki etos kerja yang baik meskipun bekerja di luar bidangnya. Seorang pustakawan di tengah staff perpustakaan yang bukan pustakawan memiliki beban moral atau biasanya ditempatkan sebagai seorang kepala perpustakaan (syarat minimal kepala perpustakaan) mengatur pekerjaan, mendelegasikan pekerjaan pada staff teknis selain klassifikasi dan katalogisasi, seperti layanan peminjaman dan pengembalian, penerimaan anggota, pembuatan surat, keuangan dan yang lainnya. Pustakawan sebagai seorang kepala perpustakaan sudah memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, dia kan bertatar pada lingkup memanajemen seluruh kegiatan yang didelegasikan pada staffnya. Untuk jumlah pegawai perpustakaan yang masih sedikit, terkadang seorang kepala perpustakaan harus bisa memback up pekerjaan teknis, ini terjadi pada perpustakaan yang masih kecil dan berkembang. Pekerjaan merangkap inilah sering menjadi beban menimbulkan kelelahan secara fisik dan sering juga berpengaruh pada mental seperti mudah marah, lesu dan kehilangan semangat. 


     Psikologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku. Sedangkan profesi didefinisikan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Pustakawan adalah sebutan profesi keahlian dibidang perpustakaan. Profesi pustakawan memiliki tugas pokok, tantangan, dan beban pekerjaan yang tidak dapat dikatakan remeh, yang sering kali merupakan pekerjaan rutinitas setiap hari, disaat akademik liburpun perpustakaan harus tetap buka melayani mahasiswa/i yang melakukan penulisan skripsi, kemudian seringkali beban pekerjaan yang merangkap karena keterbatasn staff, dan keinginan untuk menggerakan perpustakaan menjadi lebih baik. Kondisi beban pekerjaan ini, tidak hanya pustakawan, bisa jadi profesi lainpun akan mengalami overload pekerjaan yang bisa memicu pada tingkat stress. Pemicu tingkat stress pustakawan diantaranya menggolkan suatu rencana atau proposal yang seringkali terjadi masuk dalam daftar tunggu (waiting list). Bila saja masuk dalam daftar tunggu ini bisa maju hingga pada pintu gol tidaklah menjadi suatu kendala, namun seringkali daftar tunggu ini menjadi sebuah kotak artinya ya menunggu terus. Dapat dipahami banyak sekali beban perguruan tinggi khususnya swasta apalagi masih tergolong baru, banyak kebutuhan dari tingkat fakultas hingga jurusan, belum lagi kebutuhan penunjang kegiatan kemahasiswaan. Apapun tuntutan kebutuhan yang diajukan kepada universitas, tetaplah menjadi masukan dan membuat jadwal realisasi, terlebih perpustakaan yang disebut-sebut sebagai jantung perguruan tinggi, dan menjadi syarat berdirinya sebuah perguruan tinggi. 

     Pustakawan dituntun bisa ini dan itu, menjadi Public Relations, melek teknologi, harus excellent service, segudang keharusan membentuk pustakawan smart person namun tidak boleh lepas dari senyum manis kepada semua pemustaka, melupakan bahwa pustakawan pun memiliki karakter dan pengendalian diri yang berbedabeda. Sama seperti individu yang lainnya ada pustakawaan yang memiliki ketahanan mental yang baik, ada pula pustakawan yang ketahanan mental yang biasa saja, dan terakhir pustakawan dengan ketahanan mental yang kurang. Pustakawan dengan ketahanan mental yang baik biasanya dengan ciri-ciri yang mudah kita lihat adalah dia seorang pustakawan yang memiliki motivasi tinggidalam bekerja, tangguh terhadap segala tantangan, Pustakawan dengan ketahanan mental yang biasa saja hanya sekedarnya menjalankan profesi apa adanya. Pustakawan dengan ketahanan mental yang kurang, mudah sekali menyerah terhadap tantangan dan sering kali lebih banyak mengeluarkan keluhan-keluhan. Contohnya seorang pustakawan mengajukan proposal permintaan ruangan atau lantai dan gedung khsusus perpustakaan. Pustakawan yang tanggung tidak akan menyerah ketika proposal tersebut ditolak, dia berfikir akan terus mengajukan kembali pada masa tertentu. Pustakawan yang biasa proposal ditolak ya sudah menerima apa adanya, dan lebih buruk lagi pustakawan yang sering mengeluhkan hal tersebut sebagai suatu hambatan bagi pekerjaan selanjutnya. Pustakawan yang tangguh dia mampu tetap bekerja ketika hasil pekerjaannya mendapatkan kritikan terlebih amarah dari pimpinan, dan untuk pustakawan yang lainnya Anda bisa menggambarkan sendiri bagaimana sikap kebalikan dari pustakawan yang tangguh. Ketangguhan yang dibutuhkan lainnya adalah mampu menjalani kegiatan rutinitas, mampu dengan tugas-tugas yang merangkap, dan mampu memberikan inovasi. Tapi bagaimanapun pustakawan itu manusia biasa, semua menginginkan kesempurnaan, namun tidak ada kesempuranaan itu, yang ada bisa bekerja dengan optimal dengan penuh cinta dan kesungguhan. Wajar bilamana pasang surut dalam motivasi bekerja, wajar bisa mengalami kondisi psikologi yang tidak bagus, namun tidak wajar bagi seorang yang tangguh menikmati keadaan yang tidak baik tersebut, harus bangkit! 

Penutup 

     Pemaparan tentang psikologi pustakawan ini bertutur pada pekerjaan pustakawan yang dengan jumlah pegawai sangat sedikit misalkan 3-5 orang untuk skala perguruan tinggi, yang tentunya mengalami psikologis yang berbeda dengan jumlah pustakawan yang ideal. Memerlukan sebuah ilmu untuk menjalani profesi pustakawan tidak hanya teknis tentang ilmu perpustakaan namun ada aspek lain yaitu kesiapan mental (psikologis) untuk menerobos stereotip tentang pustakawan dan perpustakaan dalam lingkungan organisasi baik mikro maupun makro di perguruan tinggi. Pustakawan memang harus tangguh! 

Referensi Tulisan 

  1. Hasanah, Nanan. “world Class University Library”, Prosiding disampaikan pada Rapat  Kerja Forum Perpustkaan Perguruan Tinggi se-Jawa Barat, 30 April 2009 
  2. Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.-Ed.3.-Jakarta : Balai Pustaka. 
  3. Sulistyo-Basuki.1994. Periodisasi Perpustakaan Indonesia.-Cet.1.-Bandung : Rosdakarya.
  4. http://wwwfiles.pnri.go.id/homepage-folders/activities/highlight/ruu_perpustakaan/pdf/UU-43-2007-PERPUSTAKAAN.pdf

Oleh :
Tekka Bancin
Jurusan Ilmu Perpustakaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar