A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa atau etimologi, para ahli
memberikan berbagai pengertian tentang tasawuf, namun dari beberapa
pengertian itu dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah sikap mental yang
selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian
itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia. Sedangkan pengertian tasawuf
dari segi istilah atau menurut pendapat para ahli tasawuf sangat tergantung
kepada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pakar. Jika
memandang mausia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai "upaya memperindah diri dengan akhlak yang
bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt."
B. Pengertian dan Ciri
Masyarakat Modern
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia "masyarakat" diartikan " himpunan orang yang hidup
bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu,
sementara kata "modern" diartikan "terbaru, secara baru, mutakhir".
Dengan demikian secara harfiah
kata "masyarakat modern" dapat dimaknai dengan "suatu
himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan
aturan tertentu yang bersifat mutakhir".
Deliar Noer memberikan ciri-ciri
modern sebagai berikut :
1. Bersifat rasional, yaitu lebih mengutamakan pendapat akal fikiran dari pada
pendapat emosi sebelum melakukan.
- Berfikir untuk masa depan
yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat,
tetapi juga selalu melihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
- Menghargai waktu, yaitu
selalu melihat waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan perlu
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
- Bersikap terbuka, yaitu mau
menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan
dari manapun.
- Berfikir objektif, yaitu
melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya bagi
masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat
modern yaitu:
1.
materialistik (mengutamakan materi)
2.
hedonistik (memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat)
3.
totaliteristik (ingin menguasai semua aspek kehidupan)
4.
percaya kepada rumus-rumus pengetahuan empiris saja
5.
positivistis yang berdasarkan kemampuan akal pikiran manusia
Tampak jelas pada diri orang-orang yang berjiwa dan bermental seperti ini,
ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan, karena
merekalah yang menyebabkan kerusakan di atas permukaan bumi, sebagaimana
Firman Allah Swt. dalam surat ar-Rum ayat 41 :
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya : Telah tampak
kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
C. PROBLEMATIKA MASYARAKAT
MODERN
Dari sikap mental seperti di
atas, kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah
problematika masyarakat modern. Promblematika yang muncul antara lain :
- Penyalahgunaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
- Pendangkalan Iman. Lebih
mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran dari pada keyakinan
religius.
- Desintegrasi Ilmu
Pengetahuan.
- Pola Hubungan
Materialistik.
- Kepribadian yang terpecah
(split personality).
- Stress dan Frustasi.
- Kehilangan Harga Diri dan
Masa Depan.
Eric Fromm mengatakan bahwa,
karakter masyarakat modern diwarnai oleh orientasi pasar, di mana
keberhasilan seseorang tergantung kepada sejauh mana nilai jualnya di
pasar. Masyarakat modern bagaikan penjual dirinya sekaligus sebagai
komunitas yang siap dijual di pasar. Jika nilai jualnya di pasar tinggi
maka meraka menjadi masyarakat sukses dan kaya, sementara kemiskinan
dimaknai sebaliknya. Kebaikan, kejujuran, kesetiaan pada
kebenaran dan keadilan sudah tidak bernilai jika tidak memberikan manfaat
untuk kesuksesan dan kemakmuran. Jika kondisi ekonomi seseorang tidak
makmur, maka dinilai sebagai orang yang belum sukses, bahkan gagal dalam
kehidupan. Maka mereka tidak lagi berpijak kepada kualitas kemanusiaan,
melainkan berpatokan kepada keberhasilan dalam mencapai kekayaan materi. Kondisi ini memalingkan
kesadaran manusia sebagai makhluk termulia. Keutamaan dan kemuliaan menyatu dengan kekuatan kepribadian. Oleh karena itu masyarakat modern mengalami
depersonilisasi kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. Keberadaannya
tergantung kepada pemilikan dan pengasaan symbol kekayaan, Karena didorong
oleh pandangan bahwa orang yang banyak harta merupakan manusia unggul.
D. Relevansi Tasawuf dalam
kehidupan modern
Modernisme bisa saja menjadi
symbol kemajuan, pula bisa jadi merupakan tanda kemunduran umat manusia.
Pada kenyataannya, modernisme makin hari membawa diri kta terselubungi
hal-hal baru yang semakin kontras dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan
para pendahulu kita. Efeknya, penghayatan terhadap Islam mulai digantikan
dengan penghayatan duniawi yang serba ingin modern. Prinsip materiaistik
memenuhi otak pikiran, yang melepaskan kontrol agama dan kebebasan
bertindak demi memenuhi modernisme telah berkuasa untuk mengalahkan terapi
sufisme atau tasawuf. Masyarakat modern semakin
mendewakan keberadaan ilmu pengetahuan, maka seakan-akan kita berada pada
wilayah pinggiran yang bermadzab ke-barat-an dan bahkan kita hampir-hampir
kehilangan visi keilahian. Hal inilah yang membuat kita makin stress dan
gersang hati kita dengan dunia, akibat tidak mempunyai pegangan hidup. Wujud dari kemampuan manusia,
umumnya berupa kekuatan ekonomi, teknologi, dan kekuatan ibadiyah. Wajar
sekali, kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi
penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat harkat dan
martabat umat itu sendiri. Hal ini disebabkan maraknya perkembangan dan
kebutuhan duniawi yang marak juga. Maka dari itu, keselamatan seseorang
ditentukan oleh pribadi masing-masing, di mana ia semakin menjaga martabat
Islam, semakin pula dirinya terjaga dari arus besarnya kemodernismean.
Keseimbangan memang dibutuhkan,
tapi realita yang terjadi ketika insan bertaqorub ilahirobbi yang mana
mereka menjalani hidup penuh dengan nuasa tasawuf tidak disertai yang
namanya EQ. Sehinga yang terjadi, mereka hanya bisa dekat dengan Tuhannya
tapi tidak dekat dengan lingkungannya yakni masyarakat sekitarnya. Sebagai
muslim yang beritikad shaleh untuk agama, berkeyakinan baik dengan adanya
perkembangan zaman, hendaknya menyeimbangi pekembangan tersebut bukan
mengikuti bahkan terpengaruh perkembangan zaman. Untuk itu, pertebal
kekuatan keilmuan untuk menyeimbangi perkembangan zaman. Sejauh ini, kita memahami bahwa
tasawuf hanya sebagai sarana pendekatan diri manusia kepada Allah SWT
melalui segala jenis ritme ibadah seperti taubat, zikir, iklhas, zuhud,
dll. Tasawuf dicari orang lebih untuk sekedar mencari ketenangan,
ketentraman dan kebahagian sejati manusia, ditengah orkestrasi kehidupan
duniawi yang tak memiliki arah dan tujuan pasti. Tasawuf menjadi sangat
penting, karena menjadi fundasi dasar dalam upaya untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Tasawuf sebagai salah satu pilar
utama dalam Islam harus dapat menyesuaikan diri di dunia modern ini, karena
kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma ilmu pengetahuan dan
budaya Barat yang materialistik-sekularistik. Dominasi ilmu pengetahuan dan
budaya Barat materialisme-sekularisme ini terbukti lebih bersifat
destruktif ke timbang konstruktif bagi kemanusiaan. Jika kemudian hal
tersebut dibenturkan pada ranah agama, maka akan didapati masalah yang
bersifat akut. Sebab “filsafat” pengetahuan Barat hanya menganggap valid
ilmu pengetahuan yang semata bersifat induktif-empiris, rational-deduktif
dan pragmatis, serta menafikan atau menolak ilmu pengetahuan non-empiris
dan non-positivisme, yaitu ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu
ketuhanan (kitab suci dan bibbel)
Paradigma materialistic-mekanistik
yang berkiblat pada metodologi Cartesian dan Newtonian (hipotesis deduktif
dan eksperimental nduktif) ini telah menyebar dan mempengaruhi berbagai
cabang disiplin ilmu-ilmu lainnya, sehingga kehidupan, bahkan kesadaran
manusia, direduksi hanya menjadi segi materialistis belaka. Misalnya, Adam
Smith dalam bidang ekonomi berbicara tentang prinsip “mekanisme pasar” dan
Charles Darwin dalam Biologi berbicara tentang “teori evolusi”’. Paradigma
mekanistik-materialistik semacam ini terbukti telah berani seedikit demi
sedikit menafikan “Tuhan” dari wacana keilmuan dan mempromosikan
sekularisme. Di sinilah pentingnya tasawuf
modern, di mana konsep kebenaran ilmu pengetahuan tidak hanya berdasarkan
korespondensi, koherensi dan pragmatisme saja, tapi juga yang bersifat
spiritual-ilahiyah. Artinya sumber ilmu pengetahuan, selain mungkin didapat
melalui akal rasional, dan empiris inderawi (observasi) juga niscaya
didapatkan dan diperkuat melalui petunjuk wahyu (kitab suci), pelajaran
sejarah, latihan-latihan ruhani, penyaksian dan penyingkapan ruhaniyah.
Seperti kata Jalaludin Rumi, seorang sufi agung, kaki rasionalisme semata
adalah kaki kayu yang rapuh untuk meraih ilmu pengetahuan dan kebenaran.
Sufisme atau tasawwuf mengajarkan kita untuk melihat di balik selubung
kegelapan yang telah menutupi sistem-sistem kepercayaan kita.
“Solidaritas dan toleransi dapat
di tumbuhkan denganpengembangan dimensi esoteris agama yang dalam islam di
sebut Tasawuf. Dalam tasawuf terdapat ajaran tentang zuhud, sabar dan itsar”
Relevansi Tasawuf dengan problem
manusia modern adalah karena Tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan
batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ttasawuf juga menghendaki
pelaksanaan syari’at, sebab tasawuf dan syariat tidak bisa di pisahkan satu
sama lain, apalagi di pertentangkan. Tasawuf merupakan aspek esoteris
(batiniyah) sedangkan syariat adalah aspek eksoteris (lahiriyah) Islam.
Kedua aspek itu saling terintregasi. Tasawuf bisa difahami sebagai
pembentuk tingkah laku melalui pendekatan Tasawuf suluky, dan bisa
memuaskan dahaga intelektuil melalui pendekatan Tasawuf falsafy. Ia bisa
diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat
manapun. Secara fisik mereka menghadap satu arah, yatiu Ka’bah, dan secara
rohaniah mereka berlomba lomba menempuh jalan (tarekat) melewati ahwal dan
maqam menuju kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT.
E. Peranan Tasawuf dalam
Kehidupan Modern
Hakikat tasawuf adalah
mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah
Islam. Dan memang ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan
diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya: “Sungguh, bahagialah orang yang
menyucikan jiwanya” (Q.S. Asy-syam [91]:9); “Hai jiwa yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”
(QS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri
kepada Allah, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah” (QS. Al An’am: 162).
Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian
yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya berkualitas.
Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi
kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah dan
tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada
dasarnya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa
remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin,
Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Sabar, Tawakal, Zuhud, dan termasuk berbuat baik
terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali
pada jalan yang benar. Perilaklu hidup Rasulullah SAW yang ada dalam
sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang
sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf
adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi
orang lain.
Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis
kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia
tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya.
Ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin.
Maka lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan
memberikan penyegaran serta mengarahkan hidup lebih baik dan jelas arah
tujuannya.
Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modern
Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih
dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan
manusia modern. Apalagi dewasa ini tampak perkembangan yang menyeluruh
dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner.
Menempuh Jalan Tasawuf
Untuk menjadikan hidup lebih
baik dan ada nuansa sufistiknya, tentu saja harus melakukan latihan
spiritual secara baik, benar, dan berkesinambungan. Karena itu, bagi
seorang penempuh tasawuf awal, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
:
- Taubat. Ia harus menyesal
atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak berbuat dosa
lagi.
- Untuk memantapkan taubatnya
itu ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari dunia materi dan
dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat,
puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir, sedikit tidur dan banyak
beribadat serta yang dicari hanya kebahagiaan rohani dan kedekatan
dengan Allah.
- Wara’. Ia menjauhkan dari
perbuatan-perbuatan syubhat. Juga tidak memakan makanan atau minuman
yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya.
- Faqr. Ia menjalani hidup
kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta
kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban
agamanya.
- Sabar. Bukan hanya dalam
menjalankan perintah-perintah Allah yang berat dan menjauhi
larangan-larangan-Nya, tapi juga sabar dalam menerima
percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Allah kepadanya. Ia juga
sabar dalam menderita.
- Tawakal. Ia menyerahkan
diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Allah. Ia tidak memikirkan hari
esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini.
- Ridha. Ia tidak menentang
cobaan dari Allah, bahkan ia menerima dengan senang hati. Di dalam
hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang.
Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya
bergelora rasa cinta kepada Allah.
Itu semua hanya latihan
untuk memasuki dunia sufistik. Sedangkan untuk memasuki pintu tasawuf, atau
sufi, ada beberapa tahapan yang lebih tinggi dari sekedar membersihkan atau
mengosongkan diri (takhali), mengisinya kembali dengan nilai-nilai ilahiyah
(tahalli) dan kemudian tajalli, atau merasakan manifestasi Ilahi dalam
kehidupan dunia ini. Selanjutnya, bila ia memang
berada dalam perjalanan “menjadi” sufi, ia akan mengalami mukasyafah atau
penyingkapan sesuatu yang tidak diketahuinya, kemudian menjadi tahu. Dari
tahap ini ia akan berlanjut pada musyahadah, menyadari sekaligus bersaksi
bahwa diri ini tiada apa-apanya. Yang ada dan berada hanya Allah Yang
Mahaesa. Tidak ada yang Ada selain Ia. Seseorang yang berada
dalam posisi ini pantas disebut muwahid (orang yang bertauhid). Posisi ini
akan terus berlanjut pada penyatuan dengan Tuhan. Namun dalam tahap ini kadang
tidak setiap orang mampu menerima pengalaman seorang sufi yang mengalami
ektase (fana). Sebab kalimat yang terlontar ketika dalam keadaan fana
adalah kata-kata “janggal” seperti yang dilontarkan Abu Mansur Al-Hallaj,
Abu Yazid Al-Busthomi, Syeikh Siti Jenar, dan lainnya.
KESIMPULAN
Di sinilah pentingnya tasawuf
modern, di mana konsep kebenaran ilmu pengetahuan tidak hanya berdasarkan
korespondensi, koherensi dan pragmatisme saja, tapi juga yang bersifat
spiritual-ilahiyah. Artinya sumber ilmu pengetahuan, selain mungkin didapat
melalui akal rasional, dan empiris inderawi (observasi) juga niscaya
didapatkan dan diperkuat melalui petunjuk wahyu (kitab suci), pelajaran
sejarah, latihan-latihan ruhani, penyaksian dan penyingkapan ruhaniyah.
Seperti kata Jalaludin Rumi, seorang sufi agung, kaki rasionalisme semata
adalah kaki kayu yang rapuh untuk meraih ilmu pengetahuan dan kebenaran.
Sufisme atau tasawwuf mengajarkan kita untuk melihat di balik selubung
kegelapan yang telah menutupi sistem-sistem kepercayaan kita.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar